Selasa, 03 Maret 2009

Antara Khasiat dan Efek Samping

Suplemen dan Obat Tradisional
Antara Khasiat dan Efek Samping

Jakarta - Tidak mudah memang, menyadarkan masyarakat tentang betapa pentingnya pengawasan dokter dalam pengobatan. Padahal, efek langsung dari pengobatan yang tidak tepat adalah gangguan fungsi ginjal.
Masyarakat harus tahu bahwa uji klinis terhadap obat modern melewati beberapa tahap. Sebuah obat akan diuji di laboratorium pada hewan. Setelah itu, diuji efek samping obat tersebut pada 20-40 orang. Pada tahap ini diteliti dosis minimum dan maksimum cara pemakaian dan efek sampingnya.
Pada tahap kedua, obat diuji pada 50-100 orang untuk melihat apakah obat itu benar-benar bermanfaat dan memeriksa efek samping yang lain. Sebelum masuk ke pasaran, obat diuji pada tahap ketiga, yaitu terhadap sekitar 200.000 orang, untuk membandingkan khasiat obat yang diteliti dengan obat yang sudah jadi terapi standar.
Setelah obat masuk ke pasar, dalam tahap keempat, obat terus dimonitor efek sampingnya. Ini baru ketahuan setelah dikonsumsi oleh ratusan ribu orang dalam jangka waktu bertahun-tahun.
Sedangkan obat tradisional herbal, kebanyakan tidak melewati tahap-tahap tersebut. Suplemen yang dikemas secara modern juga bisa berisiko. Beberapa suplemen dibilang sebagai anti-oksidan sehingga dapat mencegah penyakit jantung dan kanker, meningkatkan daya tahan tubuh dan menghambat flu, padahal ini justru dapat membahayakan ginjal.
MS (39) dari Jakarta Timur, pada tahun 2004 merasakan nyeri pinggang dan ternyata menderita kencing batu. Pada Maret 2008 analisis medis menunjukkan batu ginjal terdiri dari 83% Calsium Oxalat. Belakangan ketahuan kalau pasien itu sejak umur 28 tahun setiap hari mengonsumsi 1-2 tablet Redoxon dan Enervon C yang mengandung vitamin C.
"Tidak ada bukti produk-produk itu dapat mencegah penyakit jantung dan kanker. Lebih berbahaya lagi kalau terjadi efek samping yang lain seperti gagal ginjal mendadak atau akut," ungkap ahli penyakit ginjal, Dr Salim Lim, MD, Sp PD, FAMS, FASN, dalam sebuah seminar awam di Rumah Sakit Husada, Jakarta, Minggu (14/12).
Salim juga menjelaskan bahwa beberapa makanan mengandung kadar oxalat yang tinggi seperti belimbing, bayam, buah bit, cokelat termasuk Milo dan Ovaltine, kacang tanah, kacang almond, pistachio dan hazel nut, kacang kedelai dan ubi madu.
Ia menceritakan sebuah kasus yang menimpa SP (56) yang menderita penyakit ginjal, kencing manis dan hipertensi, dirawat pada dini hari akhir September lalu. Sebelumnya ia mengalami cegukan selama dua hari, merasa mual dan sesak nafas. Pasien sempat kejang-kejang dan koma, padahal setelah di CT Scan dan MRI keadaannya normal. Setelah lima hari pasien sadar, dan keluar dari rumah sakit setelah dirawat enam hari. Namun dua minggu kemudian pasien konsultasi dan mengatakan bahwa dirinya mulai cegukan lagi selama dua hari.
"Ternyata pasien habis makan buah belimbing sebelum dan sesudah keluar dari rumah sakit. Katanya untuk menurunkan tensi darah," lanjut Salim.

Pantang Buah dan Sayur
Memang, belimbing oleh masyarakat diketahui dapat menurunkan tensi darah. Namun pasien dengan penyakit ginjal dilarang makan belimbing karena mengandung asam oxalat yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Selain itu, belimbing mengandung racun saraf (neurotoksin) yang dapat menyebabkan cegukan, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang dan kematian (pada 75% kasus). "Tidak banyak dokter yang tahu hal ini karena kurangnya penelitian pada buah yang berasal dari daerah sub-tropis ini" tuturnya.
Begitu juga ekstrak bawang putih, yang dipercaya dapat menurunkan kolestrol dan tekanan darah serta mencegah penyakit jantung dan kanker. Belum ada bukti ilmiah tentang ini, tapi orang sudah percaya. Padahal efek sampingnya adalah meningkatkan risiko perdarahan.
Jus mengkudu sama seperti jeruk dan tomat, tidak boleh dikonsumsi oleh pengidap penyakit ginjal karena mengandung kalium yang sangat tinggi. Beberapa kasus di Eropa ditemukan efek pada hati. Jus jambu biji juga dipercaya dapat meningkatkan trombosit pada orang yang terkena demam berdarah, padahal trombosit akan naik pada hari keenam pada kasus demam berdarah.
Banyak kaum perempuan juga ingin mempercantik dan melangsingkan tubuh dengan mengkonsumsi green tea (teh hijau). Padahal teh hijau dapat menyebabkan gelisah, susah tidur, mual-mual dan diare. Keracunan hati dapat terjadi jika ini dikonsumsi terus-menerus dalam waktu lama.
Ma huang (Ephedra) dapat menyebabkan gelisah, sakit kepala, susah tidur, keringatan, nyeri dada, demam, hipertensi, stroke, serangan jantung dan gagal ginjal. Maka Salim Lim juga mewanti-wanti penggunaan obat tradisional China yang dipercaya manjur untuk beberapa penyakit.
Ginseng yang dapat meningkatkan kejantanan, juga dapat menyebabkan alergi kulit, susah tidur dan gelisah. Pada beberapa produk, ginseng yang dicampur dengan bahan kimia obat dapat menyebabkan euforia, sakit kepala dan diare. Jika dikonsumsi dengan obat diabetes atau obat pengencer darah (Aspirin, Ibuprofen, Ponstan, Voltaren, Heparin dan Warfarin), maka dapat terjadi perdarahan (mimisan) dan hipoglikemia.
Gingko biloba (Bai Guo) yang katanya dapat meningkatkan ingatan dan konsentrasi, juga bisa menyebabkan perdarahan, lanjut Salim.
(web warouw)










Copyright © Sinar Harapan 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar