Senin, 02 Maret 2009

Cytomegalovirus (CMV)

Infeksi Cytomegalovirus, Bisa Ringan Bisa Mematikan

KIRANA, bayi mungil berusia tiga bulan menderita sakit yang memprihatinkan. Tubuhnya demam, kulitnya berbintik-bintik merah, dan mengalami diare berkepanjangan disertai kejang perut. Kirana merintih dan menangis saat mengeluarkan kotoran berupa lendir dan darah. Diagnosis dokter, Kirana terkena infeksi cytomegalovirus (CMV). Keluarganya khawatir, virus akan menyerang otak sehingga mengganggu perkembangan mental bayi itu.

Pada kasus lain, seorang wanita karier yang banyak bepergian ke pelbagai penjuru dunia termasuk medan perang-karena tugasnya-kini sedang terbaring sakit. Ia menderita demam tinggi, sakit kepala hebat dan pandangannya (saat penyakitnya kambuh) makin lama makin kabur. Dokter mendiagnosis, Rani (bukan nama sebenarnya) menderita radang otak akibat infeksi toksoplasma dan CMV.

Sebenarnya, seberapa besar bahaya CMV dan berapa banyak angka kejadian?

Pada homepage Bonita J Biegalke PhD, Assistant Professor Departement of Biological Sciences, College of Osteopathic Medicine, Ohio University, yang membahas tentang CMV, disebutkan, infeksi CMV merupakan infeksi yang sangat umum. Data menunjukkan, 80 persen populasi dewasa terinfeksi virus itu.

Menurut dr Zubairi Djoerban SpPD dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI, tahun 1992 RSCM pernah melakukan tes darah dalam rangka pelaksanaan transplantasi sumsum tulang. Saat itu ditemukan bahwa 70 persen orang sehat yang dites, ternyata mengidap CMV.

***

ZUBAIRI maupun Biegalke menyatakan, sekali menginfeksi CMV akan tetap tinggal dalam tubuh orang bersangkutan. Untungnya, kebanyakan infeksi tidak menimbulkan penyakit, meski ada beberapa perkecualian.

"Virus itu bersifat dormant (tidak aktif) dalam tubuh. Ia hanya bermanifestasi jika kekebalan tubuh orang bersangkutan merosot. Misalnya, mendapat transplantasi organ, sedang menjalani kemoterapi atau terinfeksi HIV," ujar Zubairi. "Penelitian di RSCM tahun 1992-1996 menunjukkan, 28,8 persen penderita AIDS mengalami infeksi CMV."

Pada sebagian orang, infeksi primer CMV pada saat dewasa menimbulkan infeksi mononukleosis. Gejalanya mirip infeksi yang disebabkan oleh virus Epstein Barr. Antara lain; demam, rash (bintik merah) di tubuh, pembengkakan kelenjar limfe di leher, rasa capai hebat, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, nyeri otot, pembesaran hati dan limpa. Gejala ini, sebagaimana gejala flu, bisa sembuh sendiri tanpa diobati. Cukup beristirahat dua sampai enam minggu.

Pada sebagian kecil, kasusnya sangat jarang, demikian Zubairi, infeksi CMV menyebabkan radang jantung (carditis), radang paru (pneumonitis), radang selaput paru (pleuritis), radang otak (ensefalitis), radang retina (retinitis), radang hati (hepatitis), radang lambung (gastritis) atau radang usus besar (colitis).

Infeksi juga bisa terjadi pada bayi baru lahir atau anak-anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Biasanya tertular dari ibu yang terkena infeksi CMV, saat si ibu hamil. Penularan bisa terjadi pada janin, proses persalinan maupun waktu menyusui (dari air susu ibu). Karenanya, ibu hamil biasanya menjalani tes TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes). Jika diketahui ibu mengidap salah satu virus, dokter melakukan tindakan pencegahan. Misalnya CMV, ibu disarankan melahirkan lewat operasi caesar dan tidak menyusui bayinya.

Gejala infeksi pada bayi baru lahir bermacam-macam, dari yang tanpa gejala apa pun sampai berupa demam, kuning (jaundice), gangguan paru, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran hati dan limpa, bintik merah di sekujur tubuh, serta hambatan perkembangan otak (microcephaly). Hal ini bisa menyebabkan buta, tuli, retardasi mental bahkan kematian.

Pada 5-20 persen bayi terinfeksi yang tidak menunjukkan gejala, gejalanya baru muncul saat kanak-kanak serta menimbulkan hambatan perkembangan fisik dan mental.

***

MENURUT Zubairi, penularan CMV, selain lewat ibu ke bayi, juga bisa lewat hubungan seksual, karena CMV terdapat pada kelenjar ludah, cairan vagina atau mani pengidap, juga pada air seni dan tinja. Penularan bisa juga lewat transfusi darah dan transplantasi organ. Masa inkubasi virus ini berkisar 20-60 hari.

Saat ini sudah tersedia obat bagi infeksi CMV yang serius. Yaitu, immunoglobulin serta antiviral seperti ganciclovir (dihydro propoxy metilguanine) dan foscarnet (sodium phosphonoformat).

"Namun, foscarnet menunjukkan efek samping yang serius seperti gangguan fungsi ginjal, penurunan kadar kalium, kalsium dan magnesium, rasa mual, serta tukak genital. Sedang penggunaan ganciclovir tidak menunjukkan keluhan berarti," papar Zubairi.

Oleh karena itu, jika Anda atau anak Anda mengalami gejala seperti tersebut di atas. Segera hubungi dokter untuk memastikan penyakitnya dan mendapat obat jika diperlukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar